(sumber: goodreads)

Judul Cerpen: Binatang

Judul Buku: Zig Zag: Kumpulan Cerpen

Penulis: Putu Wijaya

Penerbit: Penerbit Pustaka Firdaus

Tahun terbit: 2003

Tebal: 456 halaman


www.sinergispress.com - Pesatnya laju pembangunan ekonomi akan mengantarkan dunia ini menjadi sebuah pasar. Itulah yang membuat Agus mendidik anak-anaknya menjadi binatang ekonomi. Keluarkan sedikit modal, dan peroleh laba sebanyak mungkin. Hidup adalah berdagang.

Pendidikan binatang ekonomi yang Agus berikan kepada anak-anaknya dimulai dengan manajemen uang saku. Setiap anak wajib mengaturnya sendiri—mana untuk transpor, mana untuk jajan. Dan separuh dari uang sakunya wajib ditabung, yang nantinya dapat digunakan ketika diperlukan. Jika salah seorang anak memerlukan tambahan uang dipersilakan meminjam kepada saudaranya, nantinya wajib membayar sekaligus bunganya. 

Falsafah binatang ekonomi yang Agus ajarkan tidak memperkenankan siapa pun maen enaknya sendiri. Kalkulasi untung-rugi begitu dijunjung tinggi, misalnya, ketika di meja makan, siapa pun yang ingin menambah lauk wajib membayar lebih. Atau ketika anaknya sekolah hanya gabut, lebih baik membantu ibu di warung.

Prinsip kalkulasi untung-rugi mengantarkan keluarga Agus pada kestabilan ekonomi. Ketika anak-anaknya mulai bekerja, Agus mendapat 30 persen dari gajinya sebagai balas jasa. Anak-anaknya telah berfungsi sebagaimana mestinya menjadi investasi masa depan. Hingga Agus dan istri mulai tua, hidupnya sejahtera ditopang oleh anak-anaknya.

Namun, prinsip tersebut sebenarnya bermuara pada pencapaian hidup lebih ekonomis; semakin ekonomis, maka sejahtera. Jadi, kesejahteraan hidup Agus dan istri yang semakin menua akan lebih ekonomis.

“...mulai besok kami akan menjual rumah, mobil dan semua isi rumah bapak. Dan pembelinya kami-kami ini semua, karena penawaran kami meskipun lebih rendah, tapi itu lebih efisien daripada dibeli orang lain. Hasil penjualan ini akan kami masukkan ke bank atas nama bapak dan ibu. Lalu bapak dan ibu akan kami kirim ke rumah jompo,” penggalan cerpen Binatang, Putu Wijaya (1996).

Saya terkekeh selepas membaca cerpen Binatang karya Putu Wijaya, bukan hanya perkara kisahnya yang jenaka. Namun, hal itu dikarenakan adanya dilema pendidikan finansial yang Agus ajarkan kepada anak-anaknya, tapi agaknya kok gitu; memang sih rumah jompo lebih ekonomis, tapi masa sebagai anak kepada orang tuanya begitu seperti menerka mana baiknya tak berujung pasti.

Secara hitungan matematis, tentu tujuan Agus menjadikan anak-anaknya binatang ekonomi demi kesejahteraan hidup yang berorientasi pada kalkulasi untung-rugi, sehingga mampu mengambil langkah pasti agar kehidupan masa tua Agus dan istrinya tak ada kerugian finansial.

Namun, bagaimana dengan nilai moral yang dianut khalayak, bahwasanya mengurusi orang tua di masa tua merupakan balas jasa yang tak dapat diganggu gugat? Pada siapakah kita mesti memosisikan diri? Ataukah ini hanya semacam bumerang yang di luar perhitungan Agus, bukan soal bermoral tidaknya?


Penulis: Naufal Mukrimi

Editor: Dea Cahaya Ramdona